Habiskan Ramadan di Korea Selatan, Beruntung Kantor Sediakan Musala

Habiskan Ramadan di Korea Selatan, Beruntung Kantor Sediakan Musala

TEMPO.CO, Jakarta - Rakha Zharfarizky Danadibrata sudah tinggal selama 3 tahun terakhir di Korea Selatan. Alumni Kumoh National Institute of Technology, Korea Selatan ini melanjutkan kariernya juga di negeri Ginseng hingga saat ini. Saat ini ia bertugas mengembangkan perangkat lunak di Daewoong Pharmaceutical. Tidak seperti di Indonesia, Ramadan di Korea Selatan kata Rakha tidak terlalu meriah. Ketika di Indonesia, nuansa khidmat beribadah dan silaturhami hadir dalam berbagai media. Masyarakat non muslim pun ikut dalam memeriahkan Ramadan saat di Indonesia. Rakha mengatakan beribadah puasa di Korea Selatan tidak terlalu ramai. "Ramainya biasanya ya hanya di sekitar masjid saja," kata Rakha kepada Tempo pada wawancara virtual pada akhir Maret 2024. Rakha bercerita bahwa saat ini ia tinggal di Cheongju-si, Osong-eub atau sekitar 1 jam naik kereta cepat dari Seoul. Ia bercerita bahwa di Osong, hanya tempat beribadah baru ada bila berkendara sejauh 1 jam dari apartemennya. Tidak heran ia cukup jarang salat Tarawih di masjid karena jarak itu.  Baca Juga: Iktikaf: Manfaat, Syarat Sah dan Hal yang Membatalkannya Walau begitu, bila ingin merasakan nuansa Ramadan, ia menyarankan agar masyarakat muslim di Korea Selatan mendatangi masjid terdekat. Karena biasanya di Bulan Ramadan, masyarakat akan disediakan makanan setelah Salat Tarawih. Tidak jarang pula jemaah boleh ikut memasak dan mempersiapkan hidangan buka puasa sebelum tarawih tiba. Hal itu tentunya bisa meningkatkan silaturahmi di Korea Selatan. "Menu makanannya tergantung pengelola masjid. Kalau pengelolanya orang Indonesia, biasanya masakan Indonesia yang terhidang," kata Rakha.  Ia biasanya baru akan mendatangi masjid dan tarawih bersama teman-temannya ketika akhir pekan atau hari libur tiba. Saat itulah mereka akan janjian untuk berkumpul bersama di masjid sambil menghabiskan waktu untuk buka puasa bersama dan berbagi kabar berita. Pilihan menyantap makanan Indonesia cukup sulit di Osong-eub. Karena di kawasan ini, tidak ada satu pun warung Indonesia yang tersedia. Hal itu berbeda ketika ia menjalani Ramadan waktu kuliah di Hwaseong-si, Hyangnam-eub, Korea Selatan. Ada 17 restoran Indonesia yang bisa menjadi pilihannya untuk menyantap hidangan rumah. "Jadi kalau saat ini aku mau makanan Indonesia, aku pesan dan diantar lewat pos," kata alumni Telkom University, Indonesia ini.  Baca Juga: Doa Sahur yang Dibaca Rasulullah SAW dan Keutamaan Membacanya Warga Indonesia yang tinggal di Korea Selatan, Rakha Zharfarizky Danadibrata/Dok RakhaUntuk keperluan sahur saat ini, Rakha jarang mengkonsumsi masakan Indonesia. Ia biasanya belanja makanan sahur di malam hari, lalu menghangatkannya kembali menjelang sahur tiba. "Habis, kalau anak cowok masak kayak aku, nanti keasinan," kata Rakha bergurau. Bicara soal makanan, masakan Indonesia yang paling dia rindukan di bulan Ramadan bukan kolak atau pun ketupat, namun satai padang. Rakha memang bukan berasal dari Padang Sumatera Barat, namun pria asal Jawa Barat ini mengatakan satai Padang selalu mengingatkannya pada kemeriahan Bulan Ramadan. Maklum, ketika kecil dan hendak tarawih, ada penjual satai Padang yang menjadi langganannya karena rasanya sangat lezat. Gerobak jualan abang satai itu biasanya ramai oleh pelanggan. Cuaca jadi TantanganBagi Rakha, yang paling menantang menghabiskan bulan Ramadan di Korea Selatan adalah soal cuaca. Ia mengatakan bahwa cuaca di Korea Selatan jarang berangin, berbeda dengan di Indonesia yang biasanya banyak angin semilir. Tidak hanya itu, cuaca juga menentukan kondisi tubuh saat menjalani ibadah puasa. Ketika puasa di musim panas, waktu puasa yang dia harus jalani jauh lebih panjang dibanding di Indonesia, yakni 16-17 jam lamanya. Sebaliknya, saat musim dingin ia memang hanya menghabiskan waktu tidak makan dan tidak minum selama 11-12 jam. Walau waktunya cukup singkat, kata Rakha, rasa lapar jauh lebih terasa saat dingin. Maklum, biasanya orang akan makan untuk menghangatkan tubuh. Namun karena puasa, ia jadi tidak bisa mengkonsumsi apapun agar bisa lebih hangat. "Jadi menahan laparnya jadi lumayan terasa," katanya. Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Beruntung pada tahun ini ia dan warga muslim di Korea Selatan lainnya menjalani puasa di Musim Semi. Bunga-bunga sudah mulai bermekaran pada akhir Maret 2024. Salju pun sudah mencair dengan suhu 12 derajat celcius ini. "Buat aku cuaca ini enak dan nyaman, nggak terlalu dingin," kata Rakha yang menjalani puasa sejak pukul 04.45 hingga pukul 18.50 hari itu.  Musala di KantorSalah satu yang membuat Rakha merasa beruntung menjalani Ramadan di Korea Selatan adalah kantornya yang mempermudahnya menjalani ibadah. Di tempatnya bekerja, di Daewoong Pharmaceutical cabang Osong-eub, tersedia musala yang cukup untuk 20 orang. Sehingga ketika hendak menjalani ibadah salat 5 waktu, ia bisa dengan mudah menjalaninya. Musala juga tersedia di Daewoong Pharmaceutical cabang Hyangnam-eub, jumlahnya bahkan 2 buah dengan kapasitas masing 10-15 orang. Terdapat sajadah dan alat salat juga di tempat itu. Menurut Rakha, kebanyakan pengguna musala itu adalah pekerja Indonesia yang bertugas di bagian Quality Control dan Quality Assurance serta Pekerja Migran Indonesia umum. Agama tidak mempengaruhi seseorang dalam bekerja ketika di Korea Selatan. Agama juga jarang ditanyakan di Korea Selatan. Bahkan, libur agama pun jarang sekali ada. Walau agama tidak menjadi hal utama di kantornya, namun para atasan biasanya sudah mengerti dan memudahkan Rakha dan teman-temannya untuk beribadah. Ketika salat Jumat pun, ia dan kawan-kawannya diberikan waktu lebih untuk beristirahat siang. "Biasanya kami akan saling tunggu dan lakukan salat Jumat berjamaah," kata Rakha yang juga bergantian isi khutbah dengan teman-temannya.Musala di Daewoong Pharmaceutical cabang Osong-eub/Dok DaewoongPerwakilan Daewoong mengatakan musala di dua kantor Daewoong Pharmaceutical itu menjadi bentuk inklusivitas budaya dan agama terutama setelah inisiatif rekrutmen Daewoong di Indonesia, sejak tahun 2022. Mereka menyadari pentingnya praktik keagamaan bagi karyawan asal Indonesia, dimana Islam adalah agama mayoritas. Harapannya Daewoong bertujuan untuk memastikan lingkungan kerja yang akomodatif. Tim Daewoong berharap berbagai fasilitas ibadah itu bisa menunjukkan pendekatan proaktif dalam menumbuhkan budaya kerja yang saling menghormati dan inklusif. "Inisiatif ini merupakan cerminan Daewoong dalam merangkul keberagaman dan mengakui peran penting iman dalam kehidupan karyawan kami," tulis perwakilan Daewoong dalam keterangan tertulisnya. Rakha bercerita, tidak hanya tersedianya musala, namun kantornya pun memberikan kemudahan dari segi makanan. Setiap karyawan biasanya boleh makan pagi, siang atau malam sesuasi shiftnya, di kantin. Ketika menu hari itu adalah daging babi, maka para petugas kantin pun akan langsung mengarahkan para pekerja muslim untuk menikmati makanan yang aman dan halal untuk muslim. Lebaran di KBRIHari Raya Idul Fitri 2024 sudah tinggal menghitung hari. Rakha pun semangat merayakan Hari Lebaran bersama teman-temannya di negeri rantau. Bila Idul Fitri 2024 benar jatuh pada tanggal 10 April, ia mengatakan maka hal itu pun menjadi hari libur nasional di Korea Selatan. Bukan untuk merayakan hari keagamaan tersebut, melainkan karena ada penyelenggaraan pemilihan presiden di negara itu. Namun ia senang waktu itu akan menjadi hari libur saat Lebaran. Kalau memang akan libur pada hari raya besar itu, Rakha berencana menghabiskan waktunya di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul. Selama ini, ia belum pernah merayakan Hari Raya Idul Fitri di KBRI. "Saya mau nyoba sensasi Lebaran di KBRI, sekalian kenalan dengan teman baru dan bikin koneksi baru," katanya. Pilihan Editor: Solidaritas WNI di Korea Selatan Berbagi Paket Makanan Berbuka

Source : https://gaya.tempo.co/read/1852878/habiskan-ramadan-di-korea-selatan-beruntung-kantor-sediakan-musala